Jumat, 30 Desember 2011

SATU DARI BERIBU IMPIAN

waaw... informasi tentang FAST TRACK UNDIP - terbayang berada di Jerman.. amiiin
huuuuh.. ini adalah peluang bagiku, mencapai cita-cita dan angan-angan orang tua tercinta di LOMBOK-NTB. hehehe..

ini dia penjelasan singkat tentang FAST TRACK :


Program fast track adalah program khusus yang dibuat oleh Kemendiknas untuk mahasiswa yang berprestasi  untuk mengoptimalkan potensinya melalui menempuh pendidikan lebih lanjut. Program Fast Track yang sudah dibuka adalah dari FAKULTAS PETERNAKAN dan Fakultas Hukum.
Mahasiswa peserta fast track adalah mahasiswa S1 pada semester 7 dan delapan sudah mulai melaksanakan kegiatan pengumpulan kredit (KPK) pada program studi S1 yang sejalur; misalnya: S1 Fakultas Peternakan mengikuti fast track di S2 Magister Ilmu Ternak. S1 Fakultas Hukum mengikuti fast track di S2 Magister Ilmu Hukum. Setelah semester 8 dan menyelesaikan studi S1 akan didaftar sebagai mahasiswa S2 pada Program Studi yang sejalur.
 Syarat Fast Track:
1.      IPK                  = >3,5
2.      Toefl                = 500
3.      Lulus S1          = tepat waktu
4.      Keterangan     = Dekan
5.      Pendaftaran    = Juli – Agustus
 Peserta program fast track yang berprestasi akan diberi kesempatan :
  1. Melakukan double degree 
  2. Melanjutkan S3 dengan dana Debt Swap (Jerman, Belanda, New Zaeland dll).
 Program Fast track di Universitas Diponegoro merupakan Program Khusus  telah dipayungi dengan Surat Keputusan Rektor dan Perak Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.


DOA kan anakmu ibu, bapak.. semoga bisa ikut program ini.. amiiiin
#IMPIAN#

Selasa, 27 Desember 2011

Rencana Strategis dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Nasional Menuju Swasembada Daging

Rencana Strategis dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Nasional Menuju Swasembada Daging
 1.       Konsepsi swasembada daging (sapi dan  kerbau.)
  1. Konsep swasembada daging sapi adalah terpenuhinya konsumsi daging sapi masyarakat yang berasal dari sumber daya lokal sebesar 90%, sehingga 10% disisakan untuk impor baik sapi bakalan maupun daging. Tetapi konsep ini bukan kebijakan penerapan “kuota” tetapi dengan maksud untuk peningkatan produksi dalam negeri sehingga mencapai 90%. Peningkatan produksi dalam negeri ini akan diiringi pula oleh kebijakan lain yang bersifat  teknis maupun ekonomi yang mencakup langkah operasional peningkatan populasi dan produksi dan penjajakan kenaikkan tarif bea masuk  dan langkah-langkah penerapan SPS (Sanitary Phyto Sanitary).
  2. Swasembada daging sapi yang diinginkan akan bersifat berkelanjutan, artinya pencapaian swasembada akan didahului oleh swasembada yang on trend,  yang selanjutnya akan menuju kearah swasembada sepenuhnya sehingga ketahanan pangan bertumpu pada sumberdaya lokal. Sesudah tahapan-tahapan ini tercapai maka swasembada diarahkan kepada kemandirian dan kedaulatan pangan asal daging sapi. Pada tahap kedaulatan tercapai maka pada titik ini  kedaulatan peternak ini akan menjadi subjek yang menentukan perencanaan penyediaan pangan.
  3. Konsep swasembada juga dimaksudkan untuk pemberdayaan peternak dan ternak lokal, sehingga kegiatan-kegiatan teknis menyangkut peningkatan populasi dan produksi ternak yang dikhususkan pada ternak asli dan lokal Indonesia. Pada saat ini kondisinya ternak rakyat yang dipelihara oleh lebih dari 6 juta rumah tangga dinilai masih under performance. Misalnya calving interval sapi lokal rakyat yang masih panjang yaitu rata-rata 21 bulan diharapkan menjadi 16 s/d 18 bulan. Demikian juga berat karkas yang relative rendah yaitu hanya 150 kg menjadi 176 kg serta angka kelahiran dari 24% menjadi 30%.
  4. Salah satu prinsip Program Swasembada Daging Sapi adalah dapat dihasilkannya daging yang memenuhi persyaratan teknis yaitu aman, sehat, utuh, dan halal. Aman berarti daging tersebut terbebas dari berbagai cemaran dan residu, sehat berarti bebas dari potensi serangan penyakit, utuh berarti tidak ada percampuran dengan daging lainnya dan halal memenuhi persyaratan kaidah-kaidah agama Islam karena mayoritas masyarakat menganut agama Islam.
 2.       Operasionalisasi program swasembada daging sapi kerbau
  1. Sebagai langkah-langkah teknis dan strategis, maka program swasembada daging sapi dan kerbau melakukan langkah-langkah untuk peningkatan populasi dan produktivitas. Langkah ini ditempuh dengan peningkatan kelahiran melalui kegiatan reproduksi yaitu penyelamatan sapi betina produktif, pemeriksaan dan penanganan gangguan reproduksi, intensifikasi kawin alam, optimalisasi IB, dan menurunkan kematian pedet. 
  2. Langkah teknis kedua yaitu peningkatan efisiensi dan produktivitas ternak, yang pada aspek ini akan ditangani masalah kesehatan hewan, pakan dan perbibitan. Penanganan aspek kesehatan dilakukan melalui penggulangan penyakit yang berdampak ekonomi tinggi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan. Dari aspek pakan ditangani penyediaan dan pengembangan pakan melalui revitalisasi padang gembalaan dan pengembangan kebun bibit. Selain itu dikembangkan pula integrasi ternak sapi dan sawit dan pengawetan hijauan pakan diwilayah intensifikasi kawin alam. Sedangkan pada aspek perbibitan dilakukan penguatan kelembagaan unit pembibitan pemerintah dengan rencana aksi pemuliabiakan sapi potong dan penguatan village breeding centre.
  3. Peningkatan kualitas peternak dan kelembagaan yang mencakup langkah-langkah peningkatan ketrampilan peternak sapi potong melalui fasilitasi sekolah lapang agribisnis sapi potong dan terbentuknya kelembagaan peternak melalui peran SMD dan para penyuluh.
 3.       Lesson learnt dari program sebelumnya
  1. Apa yang menjadi pelajaran penting yang dapat dipetik dari program swasembada daging sapi sebelumnya? Sebenarnya program swasembada daging sapi telah lama menjadi keinginan kita bersama. Sejak Tahun 2000 telah dilancarkan program kecukupan daging sapi. Program ini berlangsung dari Tahun 2000- 2005, tetapi program tidak mencapai sasaran sesuai yang diinginkan karena pada kurun waktu tersebut program terlalu diwarnai oleh wacana, seminar serta lokakarya tanpa diikuti dengan langkah-langkah konkret baik kebijakan maupun kegiatan teknis
  2. Pada Tahun 2005-2007 terjadilah kevakuman.program sementara angka importasi baik sapi bakalan maupun daging sapi meningkat terus. Akibatnya pemerintah pusat kembali melancarkan satu program yang disebut sebagai Program Percepatan Swasembada Daging Sapi Tahun 2008-2010. Program telah memiliki langkah-langkah konkret tetapi belum didukung oleh pendanaan yang memadai sehingga program mengalami kegagalan dan angka importasi sapi bakalan dan daging sapi semakin membengkak.Tingkat ketergantungan Indonesia terhadap impor mencapai 25% dan angka importasi rata-rata mencapai 600 ribu ekor sapi bakalan dan daging sapi rata-rata diatas 100 ribu ton per Tahun.
  3. Tahun 2010 Menteri Pertanian kemudian kembali membentuk program swasembada daging sapi yang tercapai diharapkan pada Tahun 2014. Program telah dilengkapi dengan blue print  dan road map serta berbagai langkah untuk menjalani road map tersebut dan telah didukung oleh dana yang cukup memadai. Tetapi importasi sapi bakalan dan daging sapi nilainya belum didasarkan kepada potensi ternak lokal yang dimiliki saat ini. Sehingga sejak Tahun 2006-2010 angka importasi masih membesar juga. Puncaknya yaitu pada Tahun 2009 angka importasi sapi bakalan malahan melebihi 720 ribu ekor dan daging sapi mencapai 120 ribu ton. Apabila disetarakan dengan ternak impor maka nilai keseluruhan sapi dan daging setara dengan hampir 1,5 juta ekor. Sedangkan pemotongan ternak diberbagai rumah potong hewan di Indonesia setahunnya berkisar 2,4 juta ekor ini berarti lebih dari 60% pemotongan ternak di Indonesia telah dikuasai oleh ternak dan daging impor.
  4. Sebagai akibat terjadilah sumbatan pemasaran sapi-sapi rakyat masuk ke pasar dan rumah potong hewan, yang berdampak pada penurunan harga sapi rakyat di tingkat on farmBottle neck ini di coba diatasi dengan program swasembada dging sapi yang dalam program-programnya selalu berlandaskan pada sumberdaya lokal untuk mengangkat marwah peternak rakyat. Dan akhirnya Program Swasembada Daging Sapi yang telah dibangun hanya menyisakan output penting yaitu semakin tingginya angka impor sapi bakalan dan daging. Ini ironis ditengah tuntutan terhadap swasembada daging sapi.   


4.       Sensus ternak potong Tahun 2011sebagai blessing indisguise
  1. Baru saja kita menyaksikan hasil sensus ternak sapi potong, sapi perah dan kerbau Tahun 2011 yang dilaksanakan BPS. Menurut BPS untuk sapi potong ternyata jumlahnya 14,8 Juta ekor. Jumlah ini sedikit mencengangkan dan mengagetkan banyak pihak termasuk para akademisi dan para pakar bahkan pemerintah sendiri karena jumlah tersebut ternyata jauh melampui estimasi yang dibuat oleh pemerintah. Tahun 2010 pemerintah mengestimasikan populasi sapi potong sebesar 12,6 Juta ekor sehingga untuk tercapainya swasembada daging sapi di Tahun 2014 populasi ternak sapi di harapkan mencapai  14,2 juta ekor. Dengan data hasil sensus sapi potong tersebut maka sebenarnya dapat berpotensi untuk mempercepat tercapainya swasembada daging sapi setahun atau dua tahun. Swasembada daging sapi sudah dapat dicapai antara Tahun 2012-2013.
  2. Hasil sensus sapi potong 2011 tersebut juga mematahkan teori-teori lama yang menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara net importer. Bahkan hasil sensus telah menjungkirbalikkan keadaan sehingga Indonesia sebenarnya berpotensi sebagai Negara net eksporter.
  3. Tetapi dibalik keberhasilan hasil sensus tersebut bersamaan pula dengan ancaman dihentikannya ekspor sapi dari Australia ke Indonesia yang disebabkan karena perlakuan yang kurang manusiawi di berbagai rumah potong hewan di Indonesia. Tetapi sikap Australia ini kemudian berubah karena lobi dari peternak sapi Australia dan para pengusaha sehingga impor saat ini sudah dapat dibuka kembali. Sikap ambivalensi pemerintah Australia ini menjadi pertanyaan karena sebenarnya Indonesia tidak memerlukan impor sapi lagi karena jumlah sapi lokal dalam negeri sangat mencukupi. Hanya yang menjadi masalah saat ini adalah distribusi dan transportasi ternak sapi yang terserak dimana-mana
5.       Hubungan ternak dan lingkungan hidup
  1. Peranan penting peternakan yang kian progresif dan kini terhempas pada isu global yang di hembuskan FAO pada Tahun 2006 yang pada buku laporannya Livestock Long Shadow. Dalam laporan tersebut pada dasarkannya dikaitkan bahwa peternakan adalah penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar terhadap fenomena terjadinya perubahan iklim global. Menyusul isu tersebut muncul kelompok dan gerakan yang mulai mempropagandakan pengurangan kegiatan pengembangan peternakan bahkan ada yang lebih ekstrem yaitu berhenti mengembangkan peternakan. Kondisi ini diperparah dengan menurunnya minat generasi peserta didik bidang ilmu peternakan.
  2. Terhadap isu tersebut saya ingin menjelaskan bahwa terkait dengan isu lingkungan disuatu wilayah peternakan diharapkan memperhatikan! the ecological finger print atau tapak ekologis teknis dan daya dukungnya untuk peternakan. Apabila kedua variabel tersebut tidak saling berkompetisi atau salah satu menjadi lebih dominan maka sebenarnya usaha peternakan menjadi aman dan tidak mengganggu lingkungan.
  3. Salah satu kriteria yang mungkin dapat dipakai adalah ukuran Satuan Ternak dan lingkungan. Pada kriteria ini menyebutkan bahwa pada suatu luasan lahan padang penggembalaan dengan produksi rumput tertentu hanya dapat menampung jumlah ternak tertentu pula. Sehingga indikator daya tampungnya dapat terlihat dari apakah ternak tersebut kurus, sedang dan gemuk. Apabila ternak kurus berarti di daerah tersebut mungkin terlalu banyak ternak dan harus dikeluarkan tetapi terjadi sumbatan. Disamping itu terjadilah proses pengurangan pada padang gembalaan sebagai akibat terjadinya “over-grazing”. Selain kriteria tersebut kotoran ternak yang selama ini mungkin dianggap sebagai pencemar dapat dimanfaatkan pula menjadi biogas dalam tabung-tabung konversi. Selain hasil listrik dan gas, cairan padat yang timbul dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Disini saya melihat bahwa peternakan telah melaksanakan eco farming dan hampir semua produk  peternakan dapat diolah kembali.
  4. Justru penggunaan pupuk anorganik memiliki kontribusi besar pencemaran dan menimbulkan gas rumah kaca.

(PSDSK PUSAT DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN – KEMENTERIAN PERTANIAN)

Sabtu, 24 Desember 2011

kumpulan soal SNMPTN dan Universitas Diponegoro

Membantu siswa-siswi SMA se-Indonesia (khususnya SMAN 1 Selong-NTB) untuk mempermudah lolos dalam seleksi masuk perguruan tinggi dan swasta. dengan adanya KUMPULAN SOAL SNMPTN ini semoga langkah dan perjuangan kalian menjadi lebih mudah..
opppps, dan jangan lupa, selain kalian yang berjuang masih ada yang menentukan, jadi perbanyaklah berdoa.. :)

Setelah siap 100%, sedikit promosi (khususnya SMAN 1 Selong-NTB), kenapa kok dari tadi khusus SMAN 1 Selong NTB, hehehehe, karena di UNDIP ini siswa-siswi SMAN 1 Selong kuntitasnya masih sedikit di bandingkan dengan Jogja dll.. sekilas memperkenalkan UNIVERSITAS DIPONEGORO


Sekitar awal tahun 1950-an masyarakat Jawa Tengah pada umumnya dan masyarakat Semarang khususnya, membutuhkan kehadiran sebuah universitas sebagai pelaksana pendidikan dan pengajaran tinggi. Hal itu untuk membantu pemerintah dalam menangani dan melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pada waktu itu di Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta hanya memiliki Universitas Gajah Mada yang berstatus sebagai universitas negeri.
Jumlah lulusan SMU di Jawa Tengah bagian utara yang akan melanjutkan pendidikan tinggi di universitas makin meningkat, namun karena masih sangat terbatasnya universitas yang ada, sehingga tidak semua lulusan dapat tertampung. Menyadari akan kebutuhan pendidikan tinggi yang semakin mendesak, kemudian dibentuk Yayasan Universitas Semarang dengan Akte Notaris R.M. Soeprapto No. 59 tanggal 4 Desember 1956 sebagai langkah awal didirikannya universitas di Semarang dengan nama Universitas Semarang.
Beberapa tokoh yang memprakarsai berdirinya Universitas Semarang diantaranya Mr. Imam Bardjo, waktu itu menjabat Kepala Kejaksaan atau Pengawas Kejaksaan-Kejaksaan di Jawa Tengah dan Yogyakarta, Mr. Sudarto, Mr. Soesanto Kartoatmodjo, dan Mr Dan Soelaiman, ketiganya jaksa di Semarang.
Sedangkan beberapa tokoh yang ditetapkan pertama kali sebagai pengurus yayasan dalam akte notaris, sebagai Ketua Mr. Soedarto, Wakil Ketua Mr. Dan Soelaiman, Panitera Mr. Soesanto Kartoatmodjo, Bendahara Tuan Achmad Tjokrokoesoemo, Pembantu Mr. Imam Bardjo, Mr. Goenawan Goetomo, Mr. Tan Tjing Hak, dan  Mr. Koo Swan Ik.
Pendirian Universitas Semarang ternyata mendapat tanggapan dan bantuan dari berbagai pihak, khususnya masyarakat Semarang, Pemda Propinsi Jawa Tengah, serta Pemkot Semarang. Secara resmi Universitas Semarang dibuka pada tanggal 9 Januari 1957, sebagai Presiden Universitas diangkat Mr. Imam Bardjo. Waktu itu beliau juga memberikan mata kuliah umum Hak-hak Azasi Manusia.
Mengingat usianya yang masih sangat muda dengan sarana dan prasarana pendidikan yang masih sangat terbatas, maka pada waktu itu baru dapat dibuka Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat. Sebagai dekan pertama, Mr. R. Soebijono Tjitrowinoto. Kemudian pada tanggal 1 Maret 1957 dibuka pendidikan Akademi Administrasi Negara yang kemudian berubah menjadi Fakultas Sosial dan Politik, dengan dekan pertama Mr. R. Goenawan Goetomo.
Akademi Tata Niaga atau yang sekarang menjadi Fakultas Ekonomi dibuka pada tanggal 21 September 1958, sebagai dekan pertama, Dr. Tjioe Sien Kiong. Sedangkan pendidikan Akademi Teknik, yang kemudian menjadi Fakultas Teknik, dibuka pada tanggal 20 Oktober 1958, dengan dekan pertama, Prof. Ir. R. Soemarman.
Akademi Teknik
Pendirian Akademi Teknik tak terlepas dari jasa Prof. Dr. Ir. Jakub Rais, M.Sc, mantan Caretaker Rektor UNDIP periode Oktober 1965 sampai Desember 1966. Sejak tahun 1956, Prof. Jakub Rais,  sudah  tinggal di Semarang sebagai Kepala Kantor Pendaftaran Tanah. Ia alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Teknik Universitas Indonesia, di Bandung, kini menjadi ITB, pada akhir 1955. Di masa penjajahan dulu disebut kantor itu disebut Kadaster dan kini dinamakan Badan Pertahanan Nasional.
Pada tahun 1957,  ada suatu peristiwa yang mengubah sama sekali jalan hidupnya. Suatu sore, ia mengantar istrinya ke Toko “De Zon” di Jalan Bojong, kini menjadi pasar swalayan. Ia berdiri di luar toko, di bawah tiang  listrik. Ketika ia melihat orang berlalu lalang, ada seseorang yang telah ia kenal sebelumnya sebagai Menteri Agraria periode 1955/1956, yaitu Mr. R. Gunawan Gutomo.
Dalam pertemuan itu, Mr. Gunawan mengajaknya untuk bergabung dengan sekelompok para sarjana hukum dari kantor kejaksaan di Semarang yang telah mendirikan Universitas Semarang. Mereka yaitu, Imam Barjo SH, Soedarto SH, Soesanto Kartoatmojo, SH, dan Sulaiman, SH. Sedang Mr. Gunawan  dari Pengadilan Negeri Semarang, dan pernah menjadi Jaksa Agung di masa Presiden Soekarno. Mr Gunawan memintanya  mendirikan Akademik Teknik. Waktu  itu Universitas Semarang terdiri dari akademi-akademi, antara lain Akademi Tata Niaga dan Akademi Tata Negara.
Gagasan di bawah tiang listrik dan di tepi jalan  itu membuatnya berpikir dan akhirnya terasa terpanggil untuk menindak lanjuti gagasan Akademi Teknik ini. Ketika itu umurnya 29 tahun. Ia kebetulan mempunyai teman, Ir.Moeljadi Banuwidjojo, kini sudah meninggal, Kepala Dinas Kehutanan di Semarang, yang sama-sama bergabung dalam Rotary Club Semarang. “Saya dan Moeljadi kemudian merancang suatu pertemuan dengan beberapa insinyur sipil dari Dinas Pekerjaan Umum Jawa Tengah,” ungkap Prof Jakub Rais. 
Beberapa teman juga dihubunginya, seperti Ir. Oesman Djojodinoto, Ir. Ibnu, Ir. Lie Kok Gwan, pengusaha juga anggota Rotary Club), Ir. Oei Djwee Hwie, Ir. Sunardi dan Ir. Tjoa Teng Kie. Ir. Sunardi kemudian  menjadi pegawai negeri UNDIP dan guru besar di Fakultas Teknik UNDIP. Seorang insinyur sipil di Jawatan Kereta Api, Ir. Imam Subarkah, juga diajaknya bergabung. Dan kebetulan Kepala Jawatan Umum  waktu itu adalah Prof. Ir. Soemarman, gurubesar luar biasa Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada.
Beliau dengan senang hati bergabung untuk mendirikan Akademik Teknik Universitas Semarang. Jumlah insinyur di kota Semarang hanya ada sembilan orang pada tahun 1958. Sebagian besar lulusan TH Bandung di zaman Belanda dan TH Delft di negeri Belanda, dan sembilan insinyur itulah yang  menyusun kurikulum sampai tingkat bakaloreat.
Dengan selesainya kurikulum maka pas tanggal 1 September 1958 berdirilah Akademi Teknik Universitas Semarang, Jurusan Teknik Sipil dengan Prof. Ir. Sumarman sebagai Dekan dan Jacub Rais sebagai Sekretaris, yang  mendapat tunjangan jabatan sebesar Rp. 500. Mahasiswa pertama sebanyak 15 orang dan kuliah dilakukan di beberapa lokasi, karena belum ada gedung, kadang-kadang di gedung bioskop,  rumah di Jalan Beringin (kantor Yayasan Universitas Semarang) dan kemudian  mendapat gedung tetap bekas bioskop di Jalan MT. Haryono No. 427 milik Pepekuper Teritorium  IV, sebagai kampusnya
Perkuliahan dilakukan pada sore hari juga dengan meminjam sebuah gedung di sekitar Tugu Muda (saat ini menjadi gedung Wisma Perdamaian). Berikutnya pada periode yang lebih mapan Fakultas Teknik pindah ke “Gedung Putih“ di Kampus Pleburan / Jl. Hayam Wuruk. Pada tahun 1996 sampai dengan sekarang Kampus Fakultas Teknik Universitas Diponegoro pindah ke Tembalang, yang dibangun melalui proyek Six Universities Development and Rechabilitation (SUDR). 
Sejak Universitas Diponegoro diresmikan sebagai perguruan tinggi negeri pada tanggal 15 Oktober 1960, Fakultas Teknik sebagai pencetak sumber daya manusia yang berkualitas, terus mengembangkan diri dengan mendirikan Jurusan /Program Studi yang dibutuhkan masyarakat.  Jurusan Teknik Sipil  merupakan jurusan yang pertama, dengan Ketua Jurusan merangkap Dekan Fakultas Teknik pertama Prof. Ir. Soemarman. Jurusan Teknik Sipil terakreditasi A melalui SK BAN Perguruan Tinggi No. 021/BAN-PT/AK-VII/S1/VI2004. Pada tahun 1997 Jurusan Teknik Sipil melahirkan Program Magister Teknik Sipil (S2, dan pada bulan Juni 2004 ikut membidani berdirinya Program Doktor Teknik Sipil (S3).
Pada tahun 1962, dibuka Jurusan Teknik Arsitektur dengan Ketua Jurusan pertama dijabat oleh Ir. Sidharta (sekarang Prof. Ir. Sidharta, yang telah pensiun). Jurusan Arsitektur terakreditasi A pada bulan Juni-2003. Jurusan Arsitektur juga  melahirkan Program Magister Teknik Arsitektur (S2) pada tahun 1998, dan bersama-sama Jurusan Pengembangan Wilayah dan Kota pada  tahun 2004 juga mendirikan  Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan (PDTAP).
Pada tahun 1965 dibuka Jurusan Teknik Kimia dengan Ketua Jurusan pertama dijabat oleh Ir. Nisyamhuri (kini sudah pensiun). Pada bulan September 2003 Jurusan Teknik Kimia telah terakreditasi A. Pada tahun 2005 juga melahirkan Program Magister Teknik Kimia (S2).
Pada tahun 1969 dibuka Jurusan Matematika. Setelah menghasilkan banyak sarjana Matematika, mulai tahun 1988 Jurusan Matematika tidak lagi bernaung dibawah Fakultas Teknik, melainkan masuk menjadi satu Jurusan di Badan Pengelola MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) dan sekarang menjadi Fakultas MIPA.
Pada tahun pertama Universitas Semarang dipimpin oleh Presiden Universitas Imam Bardjo, SH dan Wakilnya Soedarto, SH. Sangat disayangkan Imam Bardjo, SH meninggal dalam masa jabatanya dan diganti oleh Soedarto SH. Pimpinan universitas  waktu itu dinamakan Presiden Universitas dan pembantunya/wakilnya disebut Kuasa Presiden I (Akademis) dan Kuasa Presiden II (Administrasi dan Keuangan). Dalam masa kepemimpinan Soedarto SH, Jacub Rais diangkat sebagai Kuasa Presiden I.
 Menjadi Undip
Dalam masa-masa itulah ada upaya-upaya Universitas Semarang menjadi Universitas Negeri Jawa Tengah dengan dukungan Pemerintah Daerah dan masyarakat, karena memang belum ada universitas negeri di provinsi ini. Sebagai Kuasa Presiden I, ia menyiapkan semua perangkat akademis yang disyaratkan, seperti adanya senat dan merubah akademi menjadi fakultas-fakultas serta mengangkat pinpinan fakultas. Namun, syarat utama yang paling penting adalah minimum harus ada dua tenaga tetap pegawai universitas.
“Mas Darto, panggilan saya kepada Soedarto, SH,  mengajak saya bersama beliau untuk membuat pernyataan bersedia menjadi dosen atau pegawai universitas yang akan di negerikan kemudian. Karena itu pula saya menyampaikan surat kepada Jawatan Pendaftaran Tanah,” katanya. Akhirnya keluar juga Surat Keputusan Pelimpahannya dari Kementrian Agraria ke Departemen Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan (PTIP). Dan Surat Keputusan Menteri PTIP No. 9197/UP/II/61 tanggal 1 Maret 1961 mengangkatnya sebagai Lektor Fakultas Teknik Universitas Semarang dengan pangkat/golongan F/III. Demikian juga Soedarto SH memperoleh surat lolos butuh dari kementeriannya, maka jadilah mereka berdua “cikal bakal” universitas negeri di Jawa Tengah.
Dengan usaha keras bolak-balik ke Jakarta akhirnya panitia penegerian Universitas Semarang dapat bertemu dengan Presiden Soekarno pada tanggal 9 Januari 1960 dan beliau setuju menegerikan universitas swasta ini dan memberikan nama “Universitas Diponegoro”. Keputusan Presiden ini kemudian dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1961 dan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan  No 101247/UU tanggal 3 Desember 1960. Keputusan tersebut berlaku surut mulai tanggal 15 Oktober 1960 dengan ketentuan tanggal tersebut merupakan Dies Natalis Undip.
Penetapan tahun 1957 sebagai tahun berdirinya Undip, dengan memperhatikan realitas sejarah dimana Universitas Semarang sebagai universitas swasta - yang berdiri tahun 1957- merupakan embrio dari Undip sebagai universitas negeri. Penetapan Dies Natalis Undip tanggal 15 Oktober 1957, telah dinyatakan pada laporan Rektor Undip dalam Dies Natalisnya yang ke 13.
Pada awalnya 9 Januari 1960, yaitu tanggal pada waktu Presiden Soekarno memberi nama Universitas Diponegoro diusulkan menjadi hari jadi UNDIP, namun akhirnya  kembali ditetapkan  tanggal 15 Oktober 1950 sebagai hari jadi, mengingat pada tanggal ini terjadi “pertempuran lima hari” selama revolusi fisik di kota Semarang. UNDIP memilih tanggal ini untuk meneruskan cita-cita pejuang kemerdekaan bangsa mengisi kemerdekaan dengan mencerdaskan bangsa. UNDIP adalah bentuk sumbangsih para penerus bangsa atas amanah yang ditinggalkan para pejuang kemerdekaan.
Dari tahun 1960 sampai 1965, ia berturut-turut menjalankan tugas sebagai  Pembantu Rektor Bidang Akademis di masa Rektor  Prof Soedarto SH, kemudian di masa Presidium Universitas Diponegoro  dipimpin oleh Gubernur Mohtar di tahun 1963 dan kemudian di bawah Rektor, Prof. Soenaryo, SH (1964-1965). Ketika terjadi peristiwa G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965, Rektor yang  setiap bulan hanya seminggu ada di Semarang, tidak datang ketika keadaan begitu kritis di  Semarang. Menteri Pendidikan ketika itu, Mashuri SH, meneleponnya dan menugaskannya untuk menjalankan tugas rektor dan segara menugaskan membersihkan UNDIP dari anasir-anasir G30S/PKI. Jadilah ia caretaker Rektor dan bersama  Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, Kolonel dr Soewondo, mereka berdua bertemu Komandan KMKB, Kol. Munadi,  menyusun strategi membersihkan UNDIP dari anasir-anasir PKI. 
Kampus UNDIP di Pleburan mempunyai riwayat tersendiri. Tanah di Pleburan harus dilikuidasi dari tanah partikulir (pertikoeliere landerijen) milik raja gula, Oei Tiong Ham di Semarang dan menjadi tanah negara pada tahun 1958. Tanah partikulir adalah tanah negara yang dijual oleh Gubernur Jenderal Daendels (1818-1825) kepada swasta. Untuk mengembangkan UNDIP, ia masih mencari tanah untuk kampus yang lebih luas. Pada waktu itu ia meneliti tanah Kalipancur, di Semarang Barat, bekas lapangan udara di zaman Belanda dan Jepang. Daerah ini suatu plateau yang indah, namun karena airnya harus ditarik dari Ungaran menyebabkan ia mencari alternatif lain.
Alternatif kedua di Watugong, yang kini menjadi kantor Kodam IV/Diponegoro. Tanah tersebut terpotong oleh jalan ke Ungaran yang  juga tanah swasta  sangat luas sehingga harus dilikuidasi karena tidak sesuai dengan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Tanah itu sebagian besar sudah menjadi milik pribadi seorang dokter mata di Semarang.
Kembangkan Diri
Pada Dies Natalis ketiga, Universitas Semarang pada tanggal 9 Januari 1960, Presiden RI, Ir. Soekarno mengganti nama Universitas Semarang menjadi Universitas Diponegoro. Perubahan ini sebagai penghargaan terhadap Universitas Semarang atas prestasinya dalam pembinaan bidang pendidikan tinggi di Jawa Tengah.Universitas Diponegoro kemudian dinyatakan sebagai universitas negeri, terhitung mulai tanggal 15 Oktober 1960. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Universitas Diponegoro (Undip). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1961, Undip, meliputi Fakultas Hukum terdiri dari Bagian Hukum dan Bagian Sosial Politik, Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dengan cabangnya di Surakarta, yang kemudian menjadi IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Pada perkembangannya kemudian, atas dasar Surat Keputusan Presiden RI. No. 1 tahun 1963, IKIP Universitas Diponegoro melepaskan diri dan kemudian berdiri sendiri sebagai IKIP Negeri di Semarang dan IKIP Negeri di Surakarta.
Fakultas  Ekonomi  Universitas Diponegoro lahir pada tanggal 14 Maret 1960, ketika  sedang  mempersiapkan diri sebagai Universitas Negeri.  Sebelum  terbentuk Fakultas  Ekonomi, yang ada di Undip adalah Akademi Tata Niaga yang merupakan kelanjutan dari Akademi Tata Niaga Universitas  Semarang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1961 Universitas (swasta) Diponegoro dinyatakan sebagai  Universitas Negeri terhitung mulai tanggal 15  Oktober 1960.  Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro pada  saat berdirinya mempunyai dua jurusan untuk  program gelar yaitu Jurusan Perusahaan dan Jurusan Umum dengan sistem  pendidikan yang disebut  sistem paket. Pada tahun akademik 1980/1981 sesuai dengan arahan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diterapkan sistem pendidikan yang baru disebut sistem kredit. Di bawah sistem yang baru ini nama jurusan juga diubah, yaitu masing-masing menjadi Jurusan Manajemen dan Jurusan Ilmu  Ekonomi dan Studi Pembangunan.
Sejak  tahun akademik 1982/1983 dibuka jurusan baru yaitu jurusan Akuntansi di bawah bimbingan  atau pembinaan Jurusan Akuntansi Universitas  Gadjah  Mada. Pada tahun 1986 sudah tidak di bawah  pembinaan dari Universitas Gadjah Mada. Dengan dileburnya Akademi  Administrasi  Niaga Negara (AANN) Semarang pada Fakultas  Ekonomi Universitas Diponegoro, mulai tahun 1975 dibuka program non gelar dengan nama Pendidikan  Ahli Administrasi Perusahaan (PAAP) yang kemudian pada tahun 1982/1983 ditingkatkan menjadi Program  Diploma III Fakultas  Ekonomi. Saat ini Program  Diploma III mempunyai tiga program studi yaitu  Program Studi Akuntansi, Program Studi Kesekretariatan dan Program Studi Perpajakan.
Kemudian pada tahun 1994 dibuka Program S1 Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro yang pada awal pendiriannya bernama Program Extension Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Diponegoro Nomor  281/SK/PT09/1993, tanggal 27 Oktober 1993 tentang Pembentukan Program Studi S1 Manajemen, Studi Pembangunan dan Akuntansi pada Program Extension Fakultas  Ekonomi  Undip.  Dengan keluarnya SK Ditjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor  369/DIKTI/Kep.1996 tentang Pembukaan Program Ekstensi dalam Program-program Studi Pembangunan, Manajemen dan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro yang  ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1996, maka pada awal semester genap tahun akademik 1996/1997 penggunaan istilah Program Extension  diganti dengan Program Ekstensi.
Pada tahun 1994 dibuka Program Studi Magister  Manajemen (MM) yang penyelenggaraan kegiatannya berada di Fakultas Ekonomi, sedang pengelolaannya  ditangani oleh Program Pasca Sarjana Universitas  Diponegoro. Pada tahun 1999 dibuka Program Studi  Magister Akuntansi (M.Si), dan  tahun 2000 dibuka  Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi  Pembangunan (M.Si). Pada tahun 2002 dibuka  Program Doktor/ S-3 Ilmu Ekonomi, serta pada tahun 2003 telah dibuka Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA).Program gelar yaitu program sarjana menghasilkan sarjana untuk pertama kalinya dalam  tahun 1967. Antara tahun 1967 sampai dengan tahun 1977 dalam setiap tahunnya rata-rata 37 mahasiswa  dapat menyelesaikan studi sarjananya.Sejak berlakunya sistem semester penuh (Sistem  Paket) pada tahun 1978 jumlah lulusan Sarjana  Ekonomi meningkat menjadi 75 orang per  tahun.
Setelah  diberlakukannya Sistem Kredit  Semester sejak tahun 1980 secara bertahap dan mulai  menghasilkan Sarjana Ekonomi sejak tahun 1984,  rata-rata lulusan adalah 180 orang per tahun. Sampai  dengan tanggal 31 Juli 2006 jumlah seluruh lulusan  program S1 sebanyak sebesar  8.826 orang. Sedangkan lulusan Program D III sampai dengan tanggal 31 Juli  2006 sebanyak 7.084  orang.
Universitas Diponegoro terus mengembangkan diri dengan melengkapi fakultas-fakultas yang sangat dibutuhkan sebagai pencetak sumber daya manusia yang berkualitas sarjana. Dalam kurun waktu 1961-1970, Universitas Diponegoro telah berhasil mendirikan empat fakultas, yaitu Fakultas Kedokteran (1961), Fakultas Peternakan (1964), Fakultas Sastra (1965) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1965).